Angin berhembus membawa
sisa-sisa air dedaunan, membawa sisa-sisa kenangan semalam yang belum sempat
ditutup dengan rapi. Jelas saja masih terkenang dalam benak Janice William
seorang gadis kecil berwajah salju yang biasanya selalu terukir senyum manis hanya
dengan waktu semalam senyum itu menghilang.
“bagaimana bisa kamu
membesarkan Janice dengan keadaanmu yang seperti ini? Apa kamu ingin Janice
nantinya akan seperti kamu?” teriak seorang laki-laki dari balik pintu
“bagaimana mungkin aku setega
itu kepada Janice? Aku juga tak ingin Janice seperti aku nantinya” jawab
seorang perempuan yang tengah berhadapan dengan laki-laki tersebut
“ya sudah kalau begitu
serahkan Janice kepadaku”
“tidak, Janice itu darah
daging ku sendiri bagaimana mungkin aku memberikannya kepada ayah yang tak
bertanggung jawab seperti kamu?”
“apa kamu bilang aku tidak
bertanggung jawab? Bagaimana bisa kamu mengatakan seperti itu? Aku selama ini
berkerja siang malam untuk kamu dan Janice, sampai-sampai aku harus pergi
keluar negeri, hanya untuk kamu dan Janice tapi sekarang kamu bilang aku tidak
bertanggung jawab!”
Ya, seorang laki-laki berwajah tenang yang sedang
berteriak itu adalah ayah Janice, Gergi William putra kedua keluarga William
yang baru saja terkena kebangkrutan yang membuat keluarga William terpaksa
memulainya dari awal. Gergi William memang harus pergi keluar negeri selama 5
tahun lamanya untuk membantu sang kakak
Jane William membangun perusahaan dari awal.
AS Group, perusahaan yang
dulu pernah bangkrut ini berhasil bangkit kembali menjadi salah satu perusahaan
yang sangat berpengaruh di Indonesia.
“ya kamu tak pernah kembali
setelah itu, kamu hanya memikirkan keperluan perusahaanmu saja!” jawab
perempuan yang merupakan ibu Janice.
Pertengkaran itu terus saja
berlangsung, dan tanpa mereka sadari Janice yang kini hanya terpaku melihat
jendela, melihat air hujan yang kini kian membasahi jendela itu, sedang
mendengarkan pertengkaran mereka.
~~~
Tak lama kemudian Gergi
membuka pintu…
“Janice ikut ayah ya”
“kemana yah?” polos Janice
“kita jalan-jalan. Janice
udah lama kan nggak pernah jalan-jalan sama ayah?”
“iya yah, ayo. Tapi ibu
bagaimana?”
“ibu tak apa Janice, kalau
kamu ingin bersama ayahmu, ibu tak apa” jawab Villia Maulis dari dalam ruangan
“ibu….” Lari Janice ke dalam ruangan,
memeluk Villia
“ibu, ikut sama Janice dan
ayah ya? Kita kan udah lama nggak jalan-jalan bareng” rengek Janice
“Janice kan udah sering
jalan-jalan sama ibu, sekarang gentian sama ayah ya?” jawab Villia dengan
sedikit dan memegang pundak Janice
“tapi Janice mau sama ibu
juga”
“ya sudah Janice ikut ayah
dulu, nanti ibu nyusul” pinta Villia
“ibu benar ya! Akan nyusul
nanti?!”
“iya, ibu janji sama Janice”
Villia menatap mata Janice dan memeluknya
Janice dan Gergi William pun
pergi meninggalkan Villia Maulis sendiri. Villia memang melepaskan Janice, dia
berpikir memang itu yang terbaik untuk Janice.
Mungkin ini memang yang terbaik untuk kamu nak. Kalau kamu dengan
ibu, ibu tak tau akan jadi apa kamu nanti, tapi jika dengan ayahmu mungkin kamu
akan menjadi gadis yang lebih baik dan mempunyai masa depan yang indah. Maafkan
ibu nak…
~~~
9 Tahun Kemudian…
“ayah…” teriak
Janice dari ruang makan
“iya ada apa Jane?”
jawab Gergi turun dari tangga
“ayah ini hari
pertama Janice masuk SMA ayah nggak mau nganterin Janice?” ungkap Janice
sembari melahap sarapan kesukaannya
“sorry Jane, ayah
nggak bisa nganterin kamu, kamu diantar oleh kakak mu saja ya?”
“halloo… everybody”
teriak seorang laki-laki yang suaranya sangat bisa dikenali. “ good morning
dad, and my sister” lanjut laki-laki itu.
Ya, laki-laki itu
adalah kakak Janice, walaupun bukan kakak kandungnya tapi Janice sangat
menyanyanginya begitu sebaliknya. Laki-laki itu bernama Albert William,dan
biasa dipanggil Abe. Ia anak Alyni Strom istri pertama Gergi William.
“jane, kamu nggak
berangkat?” kata Abe sembari mengoleskan mentega ke rotinya.
“iya, mau berangkat
tapi sama siapa?” Tanya Janice
“of crouse, with me”
jawab Abe, percaya diri
“iya Abe, kamu bisa
kan nganterin adek mu ini?” goda Gergi
“Dad! Aku bukan anak
kecil lagi jangan godain aku dong! Haha” jawab Abe dengan tawanya yang sangat
khas itu
“sudahlah, come on
Abe!” Janice, membawa tasnya
“oke-oke. Bye dad”
Albert dan Janice
akhirnya berangkat. Mereka menggunakan mobil yang cukup mewah pemberian dari
adik Gergi, Stev William.
~~~
Setelah menempuh
perjalanan yang cukup lama, akhirnya Janice dan Albert sampai di
“Jane, lu perlu gua
anterin sampe dalem?”
“nggak perlu Abe, lu
kan juga harus ikut ayah ke Bali kan?”
“iya sih, tapi itu
kan masih lama, nanti siang”
“tapi tetep aja Abe,
lu kan juga harus siap-siap. Ya kan?” Tanya Janice
“aigoo, oke deh
Jane, tapi kalo lu perlu apa-apa telfon gua ya?” Abe sembari memberantakan
rambut Janice
“aigoo, Abe please,
jangan ngacak-ngacak rambut gua, baru ke salon nih kemaren hehe” jawab Janice
sembari merapikan rambutnya dan dengan senyum yang terhias di wajah saljunya
itu. “Bye Abe” lanjutnya masih dengan senyum yang menghiaskan wajah saljunya
“oke, hati-hati ya!”
Abe, melambaikan tangannya
Dia itu adek gua,Janice
William namanya, gua biasa manggil dia Jane, dia itu anak dari istri kedua papa
gua, ya bisa dibilang ibunya dia itu adalah salah satu alasan papa buat
menceraikan mama. Gua bahkan pernah mikir kalo dia itu musuh gua bukan adek
gua, tapi lama-kelamaan gua ngerasa dia itu sama kaya gua, sama-sama jadi
korban dari hubungan papa dan mama yang nggak harmonis banget.
~~~
“Hey awas!” teriak seseorang
dari belakang
Belum
sempat Janice melihat kebelakang, Gerobak itu sudah hampir menabrak Janice,
tapi untung saja ada seseorang yang menarik Janice.
“mba,
kalo mau jalan lewat sini yang cepet mba, takut ketabrak sama gerobak” pak
Ahmad, tukang kebun sekolah
“oh iya
pak, maaf sebelumnya saya tidak tau” Janice, dengan sedikit membungkukkan badan
“lain
kali hati-hati mba” kata pak Ahmad, pergi membawa gerobak
Setelah
pak Ahmad pergi Janice masih belum sadar kalau dari tadi dia masih memegang
erat tangan seseorang laki-laki penyelamatnya itu.
“ehem”
suara laki-laki itu serentak mengkagetkan Janice
“oh maaf,
dan makasih” Kata Janice, mencoba melihat wajah penolongnya itu.
“lain
kali hati-hati” jawab laki-laki itu dan segera pergi meninggalkan Janice, yang
belum sempat melihat seutuhnya wajah penyelamatnya itu.
“hey!
Sekali lagi terima kasih atas bantuannya!” teraik Janice, berharap
penyelamatnya itu mendengarnya.
Hari pertama sekolah sudah seperti ini, bagaimana
selanjutnya?kenapa diriku selalu seperti ini?. Tak ada yang benar….
~~~
Di Rumah…
“Abe, tolong bantu
tante!” teriak seorang perempuan berwibawa dari arah pintu masuk rumah.
“iya” jawab Abe
dengan cepat menuruni tangga “tante… I miss you” lanjut Abe, teriak.
“I miss you too Abe,
How are you?” jawab perempuan itu
“ I’m fine, tan. And
how about you?” Abe dengan wajah gembiranya
“I’m fine , of
crouse, Dimana adik mu?”
“dia sedang sekolah
tan, hari pertamanya di sekolah baru” jawab Abe, santai “mana tan yang perlu
Abe bantu? Bawa koper?” lanjut Abe dan langsung membawa koper perempuan yang ia
sebut tante itu.
“yups, all right
Abe” jawab tante, tersenyum
Tak lama kemudian
langkah kaki yang terdengar agak berat datang menghampiri Abe dan tantenya itu.
“Jane, kenapa kamu
disini?” Tanya Gergi
Ya benar, langkah
kaki yang agak berat itu kepunyaan Gergi, dan perempuan itu adalah Jane William
kakak Gergi, yang sebenarnya tinggal di Korea Selatan untuk mengurus cabang
dari AS Group yang baru saja dibuka.
“kenapa?” Tanya jane
“aku hanya ingin bertemu dengan adik dan keponakanku saja” lanjutnya dengan
senyum yang terkesan dibuat
“oh ya? Apakah ada
masalah?” Gergi, terus terang. Gergi tau kalau kakaknya datang tiba-tiba pasti
ada masalah apalagi ditambah dengan senyumannya yang seperti itu.
“dad, tan, Abe mau
ke kamar dulu ya” Abe, segera pergi ke kamarnya, karna dia tau tante dan
papanya pasti ingin membicarakan hal yang penting.
“Ger, kita dapet
masalah” Jane , segera setelah Abe pergi
“baiklah, kita
bicarakan tapi jangan disini, ke ruang kerja ku sekarang” Gergi, berdiri dengan
wajah yang tegang tapi tetap tenang.
~~~
Di Sekolah…
“Hallo, my name is
Janice William, biasa dipanggil Jane, terima kasih”
Itu adalah dialog pertama yang Janice katakan didepan teman-teman
barunya, kelas X-4.
Komentar
Posting Komentar